Rabu, 20 Agustus 2008

dermatitis atopik berkaitan dengan keganasan




Kalbe.co.id - Dermatitis atopik diderita oleh lebih kurang 20% anak-anak dan 1-3% orang dewasa di negara berkembang. Menurut studi saat ini (Dermatology Times edisi Feb 2008), pasien dengan dermatitis atopik mempunyai risiko terjadinya keganasan seperti limfoma, melanoma kulit dan kanker kulit nonmelanoma.

Felix Arellano dari Risk Management Resources España, S.L dkk telah melaporkan hasil suatu studi pasien dermatitis atopik di Inggris. Dengan menggunakan database Health Improvement Network (THIN) di Inggris, peneliti membandingkan kejadian kanker pada pasien dermatitis atopik dengan kejadian kanker pada pasien yang tidak menderita dermatitis atopik.

Studi tersebut melihat kejadian kanker secara umum, seperti tingkat kejadian limfoma, melanoma dan kanker kulit nonmelanoma pada kedua populasi pasien. Dari 4.456.008 pasien yang terlibat dalam studi tersebut, 232.309 pasien atau 5,2% menderita dermatitis atopik. Hasilnya menunjukkan bahwa 129.972 pasien yang lebih kurang setengahnya adalah wanita, didiagnosis kanker selain kanker kulit nonmelanoma. Tingkat kejadian kanker secara keseluruhan (selain kanker kulit nonmelanoma), limfoma, melanoma dan kanker kulit nonmelanoma masing-masing adalah 42,42%, 1,7%, 1,72% dan 11,69% per 10.000 orang per tahun. Pada pasien yang menderita dermatitis atopik, Dr.Arellamo mencatat bahwa tingkat kejadian kanker meningkat dengan usia khususnya pada populasi studi wanita, meskipun secara umum, lebih tinggi pada pria dibanding wanita dalam setiap usia.

Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan risiko kanker secara keseluruhan dan subtipe kanker meliputi limfoma pada pasien yang menderita dermatitis atopik. Hasil studi ini sebaiknya tidak hanya diketahui oleh dokter kulit tetapi juga oleh semua profesi medis untuk lebih ketat mengontrol pasien yang menderita dermatitis atopik.

Menurut Dr.Arellano, kemungkinan teori mengapa pasien dermatitis atopik tampaknya mempunyai peningkatan risiko terjadinya keganasan adalah bahwa stimulasi kronik sistem imun oleh antigen menyebabkan terjadinya mutasi pro-onkogenik secara acak yang dapat menyebabkan peningkatan untuk berkembangnya kanker.

Secara keseluruhan, Dr.Arellano mencatat lebih kurang 40% peningkatan risiko kanker meliputi limfoma, melanoma kulit, dan kanker kulit nonmelanoma pada pasien dengan dermatitis atopik dibandingkan dengan pasien tanpa penyakit tersebut.

Menurut Dr.Arellano, penemuan bahwa tingkat kejadian melanoma lebih tinggi pada pasien dermatitis atopik adalah mengejutkan karena dermatitis atopik dikaitkan dengan penurunan jumlah nevi melanotik. Peningkatan risiko melanoma pada pasien atopik dapat diejlaskan jika penentu lain dari melanoma seperti jenis kulit, warna mata dan rambut, riwayat sunburn, dan riwayat keluarga melanoma juga dimasukkan dalam pertimbangan studi tersebut. Karena hal tersebut tidak dimasukkan, maka hasil studi tersebut sebaiknya diinterpretasikan dengan hati-hati dan kaitan antara dermatitis atopik dan melanoma sebaiknya dieksplorasi lebih lanjut dalam studi analisis dengan kontrol faktor risiko yang lengkap untuk melanoma dan validasi diagnosis melanoma.


Defisiensi zink berhubungan dengan dermatitis atopik



Kalbe.co.id - Zinc (seng) merupakan salah satu faktor diet esensial dan defisiensi zinc dapat menurunkan sistem imun. Zinc diperlukan untuk sistem imun yang baik karena kemungkinan zinc terlibat dalam produksi sel imun (sel T) dalam kelenjar timus. Zinc merupakan salah satu prekursor antioksidan SOD (superoxide dismutase) dan penting dalam penyembuhan luka. Zinc juga berperan penting dalam perbaikan dan peremajaan sel kulit. Namun mekanisme bagaimana defisiensi zinc dapat mempengaruhi sistem imun belum sepenuhnya dimengerti. Oleh karena itu dilakukan suatu studi analisis mengenai mekanisme defisiensi zinc yang mempengaruhi respon alergi dengan menggunakan tikus DS-Nh sebagai model dermatitis atopik. Dalam sudi tersebut, tikus DS-Nh diberi diet kurang zinc selama 4 minggu. Kemudian dilakukan pengukuran TEWL (transpidermal water loss) dan tingkat kelembaban epidermis, penilaian skor erupsi kulit serta pemeriksaan frekuensi subpopulasi limfosit dalam limpa dan timus dengan sitometri. Juga dilakukan analisis efek supresi sel T CD25+CD4+ in vitro. Jumlah sitokin yang diproduksi oleh sel limpa dan kadar IgE serum diukur dengan ELISA. Hasilnya antara lain menunjukkan bahwa pada tikus DS-Nh yang diberikan diet kurang zinc, terjadi eksaserbasi erupsi kulit dan peningkatan kadar IgE serum serta jumlah S.aureus pada permukaan kulit. Produksi IFN- ã (interferon gamma) dan IL-13 (interleukin-13) oleh sel limpa meningkat. Jumlah sel T CD25+CD4+ dalam limpa berkurang secara bermakna, sedangkan sel Foxp3 positif pada sel T CD25+CD4+ sebanding dengan tikus kontrol (Foxp3 adalah suatu regulator penting dari perkembangan dan fungsi sel T CD25+CD4+). Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa defisiensi zinc mempengaruhi sistem barier kulit dan sistem imun serta menunjukkan bahwa defisiensi zinc berperan sebagai faktor eksaserbasi dermatitis atopik.



manfaat minyak ikan pada psoriasis



Kalbe.co.id - Psoriasis merupakan kelainan kulit yang cukup sering dijumpai yang ditandai dengan gatal, kulit bersisik dan eritema. Salah satu karakteristik utama psoriasis adalah peningkatan konsentrasi asam arakidonat dan metabolitnya, leukotrien B4 pada dan di sekitar plak psoriasis.

Telah diketahui bahwa minyak ikan dapat menekan pembentukan leukotrien B4 sehingga para peneliti di Universitas Kedokteran Buenos Aires memutuskan untuk meneliti apakah aplikasi topikal minyak ikan pada kulit yang terkena psoriasis dapat mengurangi gejala psoriasis.

Uji klinik tersebut melibatkan 25 pasien psoriasis yang secara acak mendapat mintak ikan atau parafin cair yang diaplikasikan secara topikal pada plak psoriasis pada malam hari dan ditutup selama 6 jam dengan dressing oklusif. Terapi diulang setiap hari selama periode 4 minggu.

Hasilnya menunjukkan bahwa minyak ikan topikal terbukti sangat efektif dalam mengurangi kulit bersisik, ketebalan plak psoriasis dan eritema (derajat sisik berkurang dari 2,91 menjadi 0,32 pada skala 0-4, derajat ketebalan plak berkurang dari 2,21-0,52 dan derajat eritema berkurang dari 2,72 menjadi 0,90). Namun terapi minyak ikan topikal tidak mengurangi rasa gatal. Terapi parafin cair selama 4 minggu juga efektif dalam mengurangi eritema, tetapi tidak efektif untuk mengurangi gatal dan ketebalan plak psoriasis dan minyak ikan secara bermakna lebih unggul dalam mengurangi sisik. Kedua terapi dapat diterima oleh pasien.

Dari studi tersebut disimpulkan bahwa minyak ikan yang diaplikasikan secara topikal lebih unggul dalam mengurangi gejala dan tanda psoriasis dibanding parafin cair.

Para dokter di Royal Hallamshire Hospital juga telah mengeluarkan hasil uji klinik yang dibuat untuk menilai efek suplementasi oral minyak ikan pada terapi psoriasis. Uji klinik tersebut melibatkan 28 pasien dengan psoriasis kronik yang secara acak mendapat 10 kapsul minyak ikan (mengandung 1,8 gram EPA (asam eikosapentanoat), suatu komponen utama minyak ikan yang dapat mencegah efek buruk dari leukotrien dan terbukti mempunyai efek antiinflamasi yang bermakna) atau 10 kapsul minyak zaitun setiap hari selama periode 12 minggu.

Hasilnya menunjukkan bahwa setelah 8 minggu terapi, terdapat penurunan rasa gatal, eritema, dan sisik pada lesi yang bermakna pada kelompok minyak ikan dan cenderung ke arah penurunan luas lesi psoriasis. Tidak ada perubahan yang bermakna pada kelompok minyak zaitun. Dari hasil studi ini para peneliti menyimpulkan bahwa suplementasi minyak ikan bermanfaat dalam terapi psoriasis.






Kalbe.co.id - Injeksi triamcinolone acetonide intralesi (TAIL) telah digunakan untuk terapi keloid, tetapi dengan keberhasilan yang terbatas. Keloid merupakan jaringan ikat yang tidak normal yang tumbuh melebihi luas luka asal yang biasanya disertai rasa gatal.

Interferon-alfa (IFN-alfa) merupakan interferon yang digunakan secara luas yang mempunyai efek antivirus, antiproliferatif dan antitumor. Terapi intereron dapat digunakan untuk terapi keloid karena kemampuannya mengurangi sintesis kolagen dalam fibroblas dermal. Granstein dkk telah melaporkan berkurangnya ketebalan keloid hingga 30% setelah injeksi IFN-alfa 3 kali seminggu selama 3 minggu.
Beberapa studi juga telah dilakukan untuk menilai efikasi IFN-alfa 2b dalam uji klinik dengan kontrol untuk terapi keloid. Salah satu studi adalah studi yang membandingkan efikasi dan efek samping terapi keloid dengan menggunakan IFN-alfa 2b dan injeksi triamcinolone acetate intralesi (TAIL) serta TAIL saja.

Studi tersebut melibatkan 19 pasien (14 wanita dan 5 pria berusia 7-51 tahun) di mana 12 lesi diberikan kombinasi TAIL dengan IFN-alfa 2b dan 20 lesi kontrol diberikan TAIL saja. Kedua kelompok diterapi dengan TAIL setiap 2 minggu dan kelompok kombinasi diterapi dengan injeksi IFN-alfa 2b intralesi 2 kali seminggu.

Hasilnya menunjukkan bahwa pada kelompok kombinasi TAIL dengan IFN-alfa 2b terdapat penurunan yang bermakna secara statistik dalam hal ketebalan lesi (81,6%, p=0,005) dan volume lesi (86,6%, p=0,002). Pada kelompok TAIL saja, penurunan ketebalan lesi hanya 66,1% (p=0,281) dan penurunan volume lesi hanya 73,4%, p=0,245) yang secara statistik kurang bermakna.
Efek samping utama adalah demam dan gejala mirip flu, nyeri ringan dan inflamasi pada tempat injeksi.

Dari studi tersebut disimpulkan bahwa injeksi IFN-2b intralesi merupakan terapi yang efektif dan aman untuk keloid. Meskipun tingkat kekambuhan belum diketahui, namun lebih dari 80% perbaikan ditemukan pada kebanyakan kasus. Oleh karena itu tambahan injeksi IFN-alfa 2b intralesi sebaiknya dipertimbangkan, khususnya pada pasien yang mempunyai riwayat kegagalan terapi dengan injeksi kortikosteroid.




Penyembuhan luka tanpa Antibiotik



Kalbe.co.id - Menurut Leon H.Kircik, M.D dari Universitas Indiana, obat topikal non-antibiotika dapat membantu keberhasilan penyembuhan luka. Untuk jenis luka yang bersih, sering ditutup dan diberikan lingkungan yang lembab dengan oklusi, sehingga sel epitel dapat dengan mudah bermigrasi dari tepi luka yang satu ke tepi luka yang lain. Luka yang kering akan 2 kali lebih lama untuk sembuh, karena sel epitel tidak mempunyai jalan yang efektif untuk bermigrasi pada luka dari satu sisi ke sisi yang lain.

Penyembuhan luka dapat dioptimalisasi dalam lingkungan lembab dengan penggunaan dressing. Pembentukan keropeng dapat dicegah dengan dressing oklusif. Keropeng bekerja sebagai penghalang terhadap migrasi sel epitel sehingga akan lebih lama untuk ke tepi luka sehingga sembuh lebih lama. Keropeng juga dapat mempermudah proliferasi bakteri.

Penggunaan antibiotika topikal seperti polysporin atau neosporin yang tersedia dalam formulasi minyak telah digunakan untuk oklusi luka dan menjaganya tetap lembab. Dipikirkan juga bahwa antibiotika topikal akan mencegah infeksi. Namun saat ini telah dinyatakan bahwa antibiotika tidak benar-benar diperlukan. Malahan antibiotika topikal akan meningkatkan resistensi bakteri yang telah menjadi masalah akibat penggunaannya yang berlebihan. Sebagai tambahan, obat ini juga dapat menyebabkan dermatitis kontak. Terdapat juga perhatian terhadap toksisitas pada sel manusia pada penggunaan antibiotika topikal.

Neosporin merupakan alergen kontak pertama di US karena neosporin digunakan secara bebas. Bacitracin juga telah menjadi alergen kontak. Dr.Kircik mengatakan bahwa dokter sebaiknya saat ini beralih ke obat lain tanpa antibiotika dalam basis pelembab untuk mengoklusi luka.

Produk-produk seperti trolamine/sodium alginate mempunyai sifat oklusif untuk melindungi luka dari kontaminan eksternal yang mungkin dapat menyebabkan infeksi sekunder, dan juga mempunyai sifat hidrasi yang memberikan lingkungan lembab yang dapat memicu penyembuhan luka. Produk tersebut diindikasikan untuk luka full-thickness, dekubitus, ulkus kulit meliputi ulkus pada tungkai bawah, luka superfisial dan luka bakar derajat dua, luka donor kulit dan dermatitis akibat radiasi.

Dalam suatu studi perbandingan yang dilakukan Dr. Kircik yang membandingkan emulsi trolamine/sodium alginate dengan salep bacitracin zinc 500 U/polymyxin B sulfate 10.000 U untuk penyembuhan luka sekunder setelah operasi mikrografik Mohs kanker kulit (operasi secara mikroskopik yang biasa digunakan pada operasi kanker kulit) ditemukan bahwa kedua terapi efektif dalam penyembuhan luka, namun penyembuhan luka lebih cepat pada kelompok emulsi trolamine/sodium alginate dengan perbedaan terlihat pada minggu ketiga dan keenam. Penilaian peneliti secara keseluruhan untuk efikasi juga menunjukkan lebih baik pada trolamine/sodium alginate.

Dr.Kircik menyimpulkan bahwa dengan mempertimbangkan munculnya masalah resistensi obat dan keberhasilan studi penyembuhan luka dengan substansi penyembuhan luka non-antibiotika, maka dokter sebaiknya mempertimbangkan untuk mengalihkan pasiennya ke pendekatan terapi non-antibiotika.

Secara keseluruhan, panduan yang dipublikasikan mengenai terapi luka kronik tidak merekomendasikan penggunaan antimikroba topikal, panduan untuk ulkus kaki diabetik merekomendasikan hanya antibiotika sistemik untuk infeksi dan panduan SIGN (Scottish Intercollegiate Guidelines Network) pada perawatan ulkus kaki kronik secara spesifik menganjurkan melawan penggunaan antimikroba topikal karena sering mensensitisasi dan tidak mempunyai efek pada penyembuhan luka.



kanker kulit paling mematikan



Kalbe.co.id - Tidak semua melanoma diciptakan sama. Ini adalah kesimpulan sebuah studi oleh para peneliti Universitas North Carolina yang menemukan bahwa kanker kulit bervariasi tingkat mematikannya, tergantung dimana mulainya.

Setelah analisis data yang melelahkan lebih dari 50.000 kasus melanoma di Amerika, yang didiagnosis antara tahun 1992 sampai 2003, para ilmuwan yang dipimpin oleh Dr. Nancy Thomas (seorang dokter ahli dermatologi), menemukan hal yang mengejutkan yaitu pasien-pasien dengan luka di kulit kepala dan leher meninggal hampir 2 kali lipat lebih cepat setelah diagnosis menderita tumor dibandingkan di tempat lainnya. Sejak lama, banyak kontroversi apakah melanoma kepala dan leher punya survival yang jelek dan studi ini menunjukkan besarnya perbedaan survival untuk tumor kulit kepala dan leher. Yang menarik, kanker muka dan telinga, merupakan lokasi melanoma umum, tidak berkaitan dengan penurunan survival. Nyatanya, kanker mulai di daerah ini memiliki prognosis lebih baik dibandingkan tubuh atau kaki/tangan yang biasanya mempunyai angka survival terbaik.

Studi Thomas tidak didisain untuk menyingkap mengapa luka pada kulit kepala dan leher berbahaya, tapi Thomas menjelaskan bahwa kedua area itu bertepatan dengan pembuluh darah dan limfa besar. Jaringan seperti ini membuat sel-sel kanker lebih mudah tumbuh, berkembang dan menyebar. Dr. Vijay Trisal, spesialis kanker di City of Hope National Medical Center di Los Angeles juga mencatat bahwa area ini menerima paparan sinar matahari paling banyak sehingga masuk akal bila kanker di area ini berbeda dengan area lain yang jarang terkena sinar matahari.

Thomas menjelaskan bahwa sebagian alasan survival yang lebih buruk berkaitan dengan fakta bahwa luka kulit kepala sulit dideteksi dan pada kebanyakan kasus kurang diskrining karena daerah ini ditutupi oleh rambut. Tapi hal ini tidak dapat menjelaskan tren keseluruhan. Ada sesuatu yang independen dalam skrining yang tidak kita ketahui, menurut Thomas.

Walaupun tanpa penjelasan seperti itu, temuan ini menggarisbawahi pentingnya skrining yang tepat. Sebagai bagian dari setiap pengujian kulit, kulit kepala jangan dibedakan dari bagian tubuh lain. Nyatanya seperti yang ditunjukkan dalam studi ini, kulit kepala adalah tempat pertama yang dilihat para dokter dan pasien.



Blog Kulit


Kalbe.co.id - Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit inflamasi di mana telah terbukti adanya peran kolonisasi jamur Malassezia pada kulit yang terkena. Dermatitis seboroik merupakan kelainan kulit yang berlangsung kronik dan kambuhan. Dermatitis seboroik ditandai dengan kemerahan, gatal, dan kulit bersisik, paling sering mengenai kulit kepala (ketombe), tetapi juga dapat mengenai kulit pada bagian tubuh lainnya seperti wajah, dada, lipatan lutut, lengan dan lipat paha.

Suatu studi telah dilakukan untuk menilai efikasi dan keamanan itraconazole kapsul 200 mg/hari selama 7 hari dan penggunaan berturut-turut 200 mg/hari selama 2 hari pertama dari setiap bulan selama 2 bulan berikutnya pada 29 pasien dengan dermatitis seboroik.

Dalam studi tersebut pasien dinilai berdasarkan skor gatal, rasa terbakar, eritema, deskuamasi dan seboroik (setiap skor pada skala 0-4) pada hari ke-15 (T15), 30 (T30), 60 (T60) dan 90 (T90). Itraconazole kapsul 100 mg diberikan 2 kali sehari selama 1 minggu dan setelah interval 3 minggu, pasien diberi itraconazole kapsul 200 mg/hari selama 2 hari dan dilanjutkan pada 2 hari pertama pada bulan berikutnya. Respon klinis diklasifikasikan menjadi sangat efektif, efektif, sedang atau tidak efektif.

Hasilnya menunjukkan bahwa perbaikan klinis (sangat efektif dan efektif) terjadi pada 83% pasien pada T15, 76% pasien pada T30, 72% pasien pada T60 dan 61% pasien pada T90.

Dibandingkan skor basal, itraconazole kapsul secara bermakna menurunkan skor total rata-rata eritema dan deskuamasi (T0 = 10,44, T15 = 1,98, T30 = 2,97, T60 = 3,15m T90 = 3,30, p<0,0001). Tidak ditemukan kejadian yang tidak diinginkan selama studi.

Dari studi di atas disimpulkan bahwa dermatitis seboroik menunjukkan penurunan inflamasi yang nyata bila diterapi dengan itraconazole. Aktivitas itraconazole oral pada Malassezia menunjukkan bahwa itraconazole kapsul dapat menjadi pilihan terapi oral pertama untuk dermatitis seboroik berat di masa mendatang.

Studi lainnya juga telah dilakukan untuk menilai peran itraconazole oral dalam terapi dermatitis seboroik. Studi ini dilakukan pada 32 pasien dermatitis seboroik di mana semua terapi topikal dan oral lainnya telah dihentikan. Pasien menggunakan hydrocortisone krim 1% 2 kali sehari selama 1 bulan. Sebagai tambahan, mereka juga mendapat itraconazole oral 200 mg/hari selama 2 hari pertama dari bulan pertama dan penggunaan hydrocortisone krim dihentikan. Kemudian itraconazole 200 mg/hari diberikan pada 2 hari pertama dari setiap bulannya selama 11 bulan berikutnya. Pasien di-follow up selama 2 bulan tanpa pengobatan. Skor keparahan dermatitis dinilai pada awal studi, dan pada bulan ke-1, 12, dan 14.


Hasilnya menunjukkan bahwa 28 pasien menyelesaikan studi dan terdapat penurunan skor keparahan rata-rata secara bermakna pada bulan ke-1, 12, dan 14. Pada bulan ke-12, 19 dari 28 pasien menunjukkan perbaikan total dan 3 pasien menunjukkan perbaikan ringan.

Dari studi ini disimpulkan bahwa itraconazole berperan penting dalam terapi dermatitis seboroik.



Word of the Day

Article of the Day

This Day in History

Today's Birthday

In the News

Quote of the Day

Spelling Bee
difficulty level:
score: -
please wait...
 
spell the word:

Match Up
Match each word in the left column with its synonym on the right. When finished, click Answer to see the results. Good luck!

 

Hangman
 
powered by Blogger